aksi demo hari ini di jakarta
Video: PSN Tropical Coastland Mau Dikaji Ulang, Ini Kata Pemerintah
situasi demo di jakarta hari ini live
Rabu, 8 Desember 2021
Jumat, 18 Desember 2020
TEMPO.CO, Jakarta -- Aliansi Gerakan Rakyat Lawan Perampasan Tanah (Geram Tanah) menyatakan bakal menggelar aksi unjuk rasa pada Selasa, 24 September 2024. Aksi tersebut untuk memperingati Hari Tani Nasional (HTN) 2024 dan 64 tahun kelahiran Undang-Undang Pokok Agraria 1960. Massa yang terdiri atas 80 organisasi petani, serikat buruh, mahasiswa dan masyarakat sipil akan menggelar aksi dengan tema 'Selamatkan Konstitusi, Tegakkan Demokrasi, dan Jalankan Reforma Agraria Sejati'.
Perwakilan aliansi sekaligus Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, mengatakan, unjuk rasa akan dilakukan selama dua hari yaitu pada 23 dan 24 September 2024 di Jakarta. Puncak aksi pada 24 September 2024 akan digelar serentak di berbagai wilayah, di antaranya, Medan, Jambi, Palembang, Bandar Lampung, Semarang, Makassar, Palu, Manado dan di Sikka, Nusa Tenggara Timur atau NTT. "Kami adakan serentak untuk menyuarakan dan mengingatkan pemerintah agar menjalankan agenda reforma agraria sejati," kata Dewi dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad, 22 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Jakarta, Aliansi akan menggelar aksi peringatan selama 2 hari, yakni aksi peringatan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 23 September. Aksi ini bertujuan mengingatkan akan adanya kejahatan pemerintah yang ditengarai melakukan praktek-praktek korupsi. Aksi juga menuntut lembaga negara tersebut mengusut kasus-kasus korupsi di bidang agraria dan mafia tanah yang selama ini menjadi salah satu penyebab tingginya konflik agraria akibat penggusuran serta perampasan tanah. "Aksi ini akan diikuti oleh 1.000 massa aksi dari KPA dan Serikat Petani Pasundan (SPP)," kata Dewi.
Selanjutnya pada 24 September, aksi diselenggarakan di Kementerian Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Aksi akan diikuti oleh massa tani bersama elemen gerakan rakyat. Desakannya menyatakan bahwa selama satu dekade terakhir, pemerintah telah gagal menjalankan reforma agraria sejati.
Menurut Dewi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyesatkan Reforma Agraria (RA) menjadi sertifikasi biasa tanpa redistribusi tanah. Sertifikasi tanah atas nama Reforma Agraria merupakan bukti pemerintahan Jokowi semakin meliberalisasi pasar tanah Indonesia. Hal ini telah menempatkan kedaulatan politik agraria Indonesia di bawah telapak kaki pemodal dan tuan tanah.
Bahkan dalam temuan dan analisis KPA selama 2015 – 2023, Dewi menilai, Presiden Jokowi dan Menteri ATR/BPN hanya sanggup menertibkan tanah terlantar dan eks Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 77 ribu hektare dari 7,24 juta hektare.
Di tengah kemandegan tersebut, Presiden Jokowi bersama jajarannya justru semakin gencar mendorong agenda-agenda liberalisasi agraria dan pembangunan seperti percepatan Proyek Strategis Nasional (PSN), food estate, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Bank Tanah, pengampunan bagi perusahaan-perusahaan perambah hutan, politisasi tambang untuk Ormas, dan impor pangan. "Situasi ini telah menyebabkan laju konflik agraria dan monopoli tanah selama satu dekade terakhir," kata Dewi.
Dewi pun menepis pemberitaan bahwa peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 2024 tahun ini telah ditunggangi kepentingan politik. Menurut dia, ada pihak-pihak tertentu yang secara sengaja dan sistematis membangun opini terus-menerus bahwa HTN 2024 ini ditunggangi tanpa melakukan kroscek ke kaum tani, termasuk KPA yang setiap tahunnya menyelenggarakan aksi turun ke jalan. "Ini penghinaan secara sistematis terhadap kaum tani dan gerakan reforma agraria," kata Dewi.
Dewi menekankan bahwa isu yang beredar tidak benar. Sebab bagi kaum tani, peringatan Hari Tani Nasional 2024 yang diperingati setiap 24 September merupakan hari yang mulia dan sakral bagi perjuangan kaum tani di Indonesia.
"Ini merupakan momentum kaum tani dan gerakan reforma agraria untuk mengingatkan pemerintah tentang agenda politik bangsa yang belum kunjung dijalankan, yaitu agenda reforma agraria," kata Dewi.
Enam ribu massa aksi petani dan gabungan elemen rakyat dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Bali mengklaim akan bergabung pada puncak peringatan HTN 2024 ini. Massa aksi tani terdiri dari SPP, Serikat Tani Indramayu (STI), Serikat Petani Majalengka (SPM), Pemersatu Petani Cianjur (PPC), Serikat Petani Punclut, Persatuan Petani Suryakencana Sukabumi (PPSS), Petani AMANAT Bogor, Pergerakan Petani Banten (P2B), Sekti Jember dan Serikat Petani Buleleng Bali.
Tempo sudah mencoba menghubungi Deputi II di Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan, untuk dimintai tanggapan mengenai hal ini. Namun, ia belum merespons pesan Tempo hingga berita ini ditulis. Pilihan Editor:
Jakarta, CNBC Indonesia - Massa Partai Buruh dan Serikat Petani Indonesia (SPI) bakal menggelar aksi unjuk rasa besok, bertepatan dengan peringatan Hari Tani Nasional ke-64. Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, aksi demo akan digelar mulai pukul 09.000 WIB, besok Selasa (24//9/2024).
Aksi demo itu akan dilakukan di depan Istana Negara, Jakarta mulai pukul 09.00 WIB, kemudian massa akan bergerak ke kawasan DPR RI pada pukul 12.00 WIB. Massa dijadwalkan berkumpul di IRTI-Patung Kuda Indosat.
Dalam keterangan tertulisnya, Said Iqbal mengatakan, dalam aksi peringatan Hari Tani Nasional kali ini, Partai Buruh dan Serikat Petani Indonesia menyatakan sikap terkait Reforma Agraria. Disebutkan, Reforma Agraria justru memperlebar ketimpangan agraria.
Sementara itu, Ketua Umum SPI Henry Saragih menyatakan, UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) tidak dijadikan sebagai rujukan dari kebijakan dan pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia.
"Demikian juga UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Sebaliknya, pemerintah mengeluarkan UU yang bertentangan melalui UU Cipta kerja (Omnibus Law) yang isinya bukan saja semakin mengeksploitasi pekerja tapi juga petani, dan rakyat," kata Henry, dikutip dari keterangan tertulis yang sama.
"Reforma agraria satu dekade ini justru diarahkan hanya melegalisasi penguasaan kepemilikan tanah yang sudah timpang melalui proyek sertifikasi tanah, dan menjadi jalan korporasi-korporasi besar menguasai tanah dengan atas nama proyek strategis nasional (PSN). Serta atas nama perubahan iklim, jutaan hektare (ha) tanah rakyat dijadikan hutan konservasi dan restorasi sebagai komoditas perdagangan karbon," tukasnya.
Menurutnya, konflik agraria semakin meningkat karena perampasan tanah rakyat semakin meluas,. Dan konflik agraria yang sudah ada selama ini tidak ada penyelesaian yang luas dan komprehensif.
Dia mengutip data Kemenko Perekonomian dan Kantor Staf Presiden (KSP) yang mencatat, ada 1.385 kasus pengaduan masyarakat terkait konflik agraria selama 7 tahun terakhir (2016-2023).
"Dari angka tersebut, 70 lokasi telah ditetapkan sebagai Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Sampai dengan Februari 2024, capaian redistribusi tanah dan penyelesaian konflik pada LPRA baru sebanyak 24 LPRA (14.968 bidang/5.133 Ha untuk 11.017 KK). Jadi masih ada 46 LPRA yang belum selesai dan 1.361 lokasi aduan konflik agraria yang mangkrak," sebutnya.
Jumlah petani gurem dan rakyat yang tak bertanah semakin meningkat selama 10 tahun terakhir ini.
"Petani gurem dengan kepemilikan tanah kurang dari 0,5 hektare mengalami lonjakan dalam satu dekade terakhir, dari 14,24 juta pada tahun 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada tahun 2023," papar Henry.
Sekretaris Jenderal Partai Buruh Ferri Nuzarli menambahkan, Reforma Agraria harus diarahkan pada upaya merombak pada struktur penguasaan agraria yang timpang.
"Pemerintah harus memastikan land reform yakni membagikan tanah untuk rakyat yang tak bertanah, petani gurem untuk usaha-usaha pertanian, pembudidaya dan petambak perikanan untuk kedaulatan pangan, maupun untuk perumahan dan pemukiman serta fasilitas sosial bagi rakyat," ujar Ferri.
"Pemerintah harus menghentikan segala bentuk kriminalisasi dan diskriminasi terhadap petani. Ia menyatakan bahwa pemerintah harus melindungi hak asasi petani baik itu berdasarkan UU Perlindungan Petani No 19 tahun 2013 dan berdasarkan Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan orang-orang yang bekerja di pedesaan (United Nations Declaration on the Rights of Peasant and Other People Working in Rural Areas)," tegasnya.
Sementara itu, Said Iqbal mengatakan, pihaknya juga menyerukan agar pemerintah segera mencabut UU Cipta Kerja yang melanggar konstitusi dan hanya memperburuk ketimpangan agraria.
"UU ini tidak hanya merugikan buruh, tetapi juga petani dan seluruh rakyat kecil. Selain itu, kami juga meminta pemerintah menghentikan segala bentuk kriminalisasi dan diskriminasi terhadap petani yang berjuang untuk hak-hak mereka," cetusnya.
"Petani adalah penjaga pangan bangsa ini, dan mereka harus dilindungi, bukan dikriminalisasi. Kami akan terus berjuang agar Reforma Agraria sejati terwujud demi kedaulatan pangan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," pungkas Said Iqbal.
Foto: Dok. Serikat Petani Indonesia
Jumpa pers Serikat Petani Indonesia dan Partai Buruh soal rencana aksi demo Peringatan hari Tani Nasional 2024, Dok. Serikat Petani Indonesia
Saksikan video di bawah ini:
Video: Pakistan Lockdown Buntut Bentrok Polisi-Pendukung Imran Khan
demo di monas hari ini
Jumat, 18 Desember 2020
Jumat, 18 Desember 2020
Jumat, 18 Desember 2020
Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini Selasa, 24 September 2024, diperingati sebagai Hari Tani Nasional ke-64. Hari Tani Nasional kali ini menjadi yang terakhir dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Serikat Petani Indonesia (SPI) pun menyampaikan 6 permintaan kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto, yang akan memulai pemerintahannya pada Oktober 2024 nanti bersama Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Permintaan pertama, SPI mengajukan agar Reforma Agraria diarahkan pada upaya merombak struktur penguasaan agraria yang timpang dan memastikan land reform. Yakni membagikan tanah untuk rakyat yang tak bertanah, petani gurem untuk usaha-usaha pertanian, perikanan untuk kedaulatan pangan, maupun untuk perumahan dan pemukiman, serta fasilitas sosial bagi rakyat.
Kedua, meminta pemerintah menghentikan segala Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menggusur tanah rakyat dan membabat hutan hujan Indonesia.
"Seperti proyek food estate dan real estate," kata Ketua Umum SPI Henry Saragih kepada CNBC Indonesia, Selasa (23/9/2024).
Ketiga, menolak pasar tanah melalui lembaga Bank Tanah, dan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada orang asing yang diusung oleh IMF World Bank, yang bersifat Kapitalis dan Neo-Liberal.
Keempat, meminta pemerintahan mendatang melaksanakan Reforma Agraria berdasarkan Konstitusi Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, serta TAP MPR No. IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Kelima, segera mencabut UU Cipta Kerja (Omnibus Law) karena undang-undang ini dinilainya melanggar Konstitusi, dan menghalangi dilaksanakannya reforma agraria.
Dan,keenam, meminta pemerintahan berikutnya menghentikan kriminalisasi dan diskriminasi hukum terhadap petani.
"Pemerintah harus melindungi hak asasi petani baik itu berdasarkan UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani berdasarkan Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang-Orang yang bekerja di Perdesaan (United Nations Declaration on the Rights of Peasants and Other People Working in Rural Areas)," ujar Henry.
Adapun enam tuntutan tersebut, kata Henry, dilatarbelakangi oleh Reforma Agraria yang sejatinya bertujuan untuk merombak struktur agraria yang timpang. Namun, menurut Henry, justru memperluas ketimpangan agraria itu sendiri.
"Hal ini dibuktikan dengan kebijakan pemberian HGU selama 190 tahun kepada korporasi," ucap dia.
Dia mengatakan, Reforma Agraria diarahkan hanya untuk melegalisasi penguasaan kepemilikan tanah yang sudah timpang melalui project sertifikasi tanah, dan menjadi jalan korporasi-korporasi besar menguasai tanah dengan atas nama Proyek PSN, serta atas nama perubahan iklim.
"Jutaan hektar tanah rakyat dijadikan hutan konservasi restorasi sebagai komoditas perdagangan karbon," lanjut dia.
Henry mengatakan, kenyataannya hari ini konflik agraria semakin meningkat, karena perampasan tanah rakyat semakin meluas, dan konflik agraria yang sudah ada selama ini tidak ada penyelesaian yang luas dan komprehensif.
Berdasarkan data yang dihimpunnya, terdapat 1.385 kasus pengaduan masyarakat terkait konflik agraria selama tujuh tahun terakhir (2016-2023). Dari angka tersebut, lanjutnya, 70 lokasi telah ditetapkan sebagai Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Sampai dengan Februari 2024, capaian redistribusi tanah dan penyelesaian konflik pada LPRA baru sebanyak 24 LPRA, yakni 14.968 bidang atau 5.133 Ha untuk 11.017 Kartu Keluarga.
"Jadi masih ada 46 LPRA yang belum selesai, dan 1.361 lokasi aduan konflik agraria yang mangkrak," sebutnya.
Selain itu, Henry menyebut jumlah petani gurem dan rakyat yang tak bertanah semakin meningkat selama 10 tahun terakhir ini. Dia melansir Laporan Penelitian Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan RI (ATR/BPN) tahun 2019, yang menunjukkan luas tanah pertanian yang dimiliki petani berdasarkan hasil Sensus Pertanian terjadi distribusi yang tidak merata.
"Petani gurem dengan kepemilikan tanah kurang dari 0,5 hektare mengalami lonjakan dalam satu dekade terakhir, dari 14,24 juta pada tahun 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada tahun 2023 (Sensus Tani BPS 2023)," terang dia.
"Kedaulatan pangan semakin menjauh, karena tanah pertanian (sawah) dan hutan-hutan dikonversi untuk tanaman ekspor, dan kebutuhan pangan semakin besar diimpor setiap tahunnya selama 10 tahun terakhir ini," pungkas Henry.
Sebagai informasi, Reforma Agrari merupakan salah satu program yang dicanangkan Presiden Jokowi dalam Nawacita yang dilontarkannya saat kampanye pemilihan presiden 10 tahun silam.
Saksikan video di bawah ini: